Jumat, 05 November 2010

Gunung Merapi

Sabtu, 6 November 2010

Merapi Meletus Lagi, Sudah 69 Orang Tewas

Terdahsyat Sejak 1870, 36 Ribu Warga Mengungsi

JOGJAKARTA. Setelah terus-menerus meletus dan mengeluarkan awan panas selama 36 jam, Merapi mengeluarkan letusan besar dua kali sekitar pukul 00.16 dini hari kemarin. Letusan ini membawa luncuran awan panas yang diperkirakan hingga 20 Km, dan menyapu pemukiman di sepanjang sisi timur-barat Kaligendol. Dalam letusan terbesarnya ini, Merapi memakan korban hingga 69 orang meninggal dunia, 71 luka-luka dan 82 orang dikabarkan hilang oleh keluarga. 
Yang paling parah terkena dampak adalah Desa Argomulyo, Cangkringan, Sleman. Khususnya di Dusun Bronggang Suruh, yang terletak 15 Km dari puncak Merapi. Diperkirakan, semua penduduk dusun tersebut tewas setelah pedukuhannya dilabrak wedhus gembel-sebutan penduduk setempat terhadap awan panas Merapi.
Sekitar pukul 08.30, harian ini sempat bergabung dengan tim evakuasi mendatangi dusun tersebut. Luluh lantak. Kata ini sangat menggambarkan kondisi desa yang terletak 10 Km sebelah barat Kali Gendol tersebut. Sekitar 15 rumah yang ada sudah berwarna abu-abu dalam kondisi yang tak utuh. Atap jebol, tembok roboh, pokoknya sudah tak utuh lagi.
Di tempat ini, tim evakuasi juga sempat mengevakuasi jasad ibu-anak dalam kondisi yang mengenaskan. Dua jasad tersebut terpanggang dalam keadaan si ibu tengah memeluk anaknya yang diperkirakan berusia 4 tahun. Di dekatnya, tergeletak sebuah sepeda motor. Juga dalam keadaan hancur. Tinggal rangka gosong, dan bannya sudah dalam keadaan meleleh akibat dilabrak awan panas yang mempunyai suhu sebesar 800 derajat celcius tersebut.
"Tampaknya mereka hendak melarikan diri, tapi tak sempat," kata seorang relawan yang mengevakuasi keduanya, dengan nada sedih.
Abu vulkanis di tempat itu mencapai setengah meter. Dan bila tidak berhati-hati, kaki bisa kejeblos di timbunan abu, yang kalau tidak cepat-cepat dikeluarkan bisa mlonyoh karena abunya masih sangat panas.
Total, hingga pukul 08.30, di desa tersebut tim evakuasi berhasil mengambil 15 jenazah. Namun, itu belum semua. Karena, di bagian Utara, baik tim evakuasi dan harian ini melihat masih banyak tulang-tulang dan jasad. Salah satu jasad sebenarnya hendak dievakuasi. Namun, kondisinya terlalu parah, karena diangkat sedikit saja pasti akan berantakan. Karena sudah rapuh terpanggang awan panas terlalu lama.
Setelah sekitar dua jam melakukan evakuasi, semuanya diperintahkan turun kembali. Ini setelah sirine tanda bahaya sudah kembali berkumandang. Semuanya langsung bergegas turun ke arah kota Jogjakarta. Di Gadingan, Cangkringan, tim dari Mer-C bahkan nyaris menjadi korban.
"Awan panas sudah tinggal beberapa meter di belakang kami, sebelum akhirnya kena angin dan berbelok arah," kata Turwaji, pengemudi ambulans Mer-C kepada Jawa Pos.
BPPTK Sebut Masih Berbahaya dan Seismograf Rusak
Di bagian lain, meski telah meletus sangat besar, dan tercatat meletus empat kali dalam 10 hari terakhir, namun status Merapi masih "awas". Ini karena masih terjadi aktivitas vulkanis yang cukup tinggi.
Kemarin pagi, Kabid Geologi Departemen ESDM Sukhyar mengatakan, letusan kali ini cukup hebat. "Paling dahsyat sejak letusannya pada 1870," katanya kemarin pagi. Sukhyar mengatakan Merapi tetap masih aktif, dan belum bisa diprediksi.
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Jogjakarta, Subandriyo. "Awan panas yang terjadi mengalir ke Kali Gendol, Kali Krasak, Kali Boyong, dan Kali Bebeng. Merata ke semua arah," paparnya. Namun, yang paling besar memang mengarah ke Kali Gendol.
Subandriyo mengungkapkan hingga kemarin Merapi masih tetap beraktivitas. Dan BPPTK sulit melakukan pemantauan. Karena selain visual Merapi yang tiga hari terakhir tertutup kabut, tiga dari empat seismograf (alat pencatat gempa) BPPTK rusak. "Hanya tinggal yang di Plawangan itu saja," katanya. Tiga lainnya rusak pada tanggal 4 dan 5 November lalu, tepat menjelang letusan besar. "Sepertinya terkena awan panas," ucapnya.
Subandrio mengatakan pihaknya akan memasang satu seismograf lagi di Jrakah untuk memantau kondisi Merapi. "Pemasangannya menunggu situasi Merapi sudah aman," tuturnya.
Pengungsi Harus Mengungsi Lagi
Letusan Merapi yang terbesar ini juga memakan korban yang cukup banyak. Hingga pukul 20.30, jumlah korban tewas sudah mencapai 69 orang. Kemungkinan jumlah ini masih akan bertambah, karena belum semua korban terevakuasi. Juga belum semua daerah berhasil dijangkau tim evakuasi.
Dari pantauan Jawa Pos, setidaknya ada tiga dusun yang terkena awan panas paling parah. Yakni, dusun Bronggang Suruh, Ngadingan, dan Jambon. Ketiganya terletak di hulu Kali Gendol dan termasuk dalam desa Argo Mulyo. Dari pantauan di handy talkie, masih ada sekitar 20 orang yang terjebak di dusun Jambon. Tak bisa keluar karena terkeliling abu panas, dan tim evakuasi pun juga tak bisa mengakses ke sana.
Labrakan awan panas sejauh hingga 15 km dan menghantam Argo Mulyo sangat mengejutkan. Karena letak desa ini jauh di belakang barak pengungsian besar di Hargobinangun, Wukirsari, Kepuharjo, dan Glagaharjo.
Untung saja, begitu aktivitas Merapi begitu meningkat sejak pukul 16.00 Kamis (4/11) lalu, para pengungsi di tiga barak terbesar tersebut langsung dievakuasi ke Barak UII. Sesudah mengungsi ke sana, begitu Merapi kembali mengamuk dini hari kemarin, maka terjadi proses evakuasi massal.
Pemerintah daerah sudah membentuk dua tempat pengungsian. Yakni, pertama di Stadion Maguwaharjo, dan yang satu di Youth Centre. Di Youth Centre, total pengungsi hingga sore kemarin mencapai lebih dari 4 ribu orang. Sementara itu, di Stadion Maguwoharjo ada 36 ribu pengungsi.
Karena letusan yang terjadi pada dini hari kemarin, maka suasana ribut dan bingung terjadi. Karena para petugas harus mengevakuasi dan mengatur tempat, transportasi, dan akomodasi untuk sekitar 40 ribu orang. "Kami sudah berusaha sekuat tenaga, dan sudah dikelompokkan sesuai kelompok desanya masing-masing," kata Gubernur DIJ Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Meski sudah berusaha diatur, namun sejumlah kebingungan terjadi. Pardi, misalnya. Warga Wukisari tersebut terpisah dengan istri dan dua anaknya. "Wau, kesuson-kesuson. Nggih nitih truk benten, kadose nggih madosi (tadi karena terburu-buru naik truk yang berbeda. Jadi ini saya masih mencari, Red)," kata pria paro baya tersebut. Terpisah dengan keluarga, terpisah dengan rombongannya membuat suasana di stadion Maguwoharjo menjadi hiruk pikuk. Tak terhitung berapa kali, petugas mengumumkan melalui megaphone nama-nama yang ada, dan kini dicari siapa.
Yang paling parah adalah proses evakuasi. Selain malam, hujan pasir vulkanis yang menimpa seantero Jogjakarta membuat jarak pandang tak lebih dari lima meter. Sekitar 30 orang yang kemarin masuk ke Instalasi Rawat Darurat RSUD dr. Sardjito diakibatkan karena kecelakaan.(ano/jpnn)



http://www.sapos.co.id/index.php/berita/detail/Rubrik/9/8991

Tidak ada komentar:

Posting Komentar